Sunday, July 20, 2008

Agama, Obama, Amerika

Djayadi Hanan

Dinegara maju seperti Amerika, dinegara berkembang seperti Indonesia, soal agama dan politik tampaknya sama saja. Fenomena Barrack Obama di Amerika adalah bukti paling mutakhir betapa agama tak dapat dilepaskan dari kehidupan politik.

Diawal kemunculannya sebagai bakal calon presiden lebih dari setahun yang lalu sebagian publik Amerika mulai mempersoalkan kaitan Obama dengan Islam. Ayahnya yang berasal dari Kenya adalah seorang muslim. Berkembang pula rumor bahwa ketika berada di Indonesia, Obama bersekolah di “madrasah.” Bagi publik Amerika, madrasah berkonotasi sebagai sekolah tempat muslim radikal. Seorang reporter Fox News, ketika membahas masalah ini di sekitar akhir 2007 lalu berkomentar kira-kira begini: “if he really attended a radical muslim school in Indonesia, this is huge!” Kalimat “this is huge” maksudnya untuk menunjukkan bahwa ini adalah masalah besar yang tak boleh diabaikan. CNN kemudian membuat liputan tandingan atas masa lalu Obama di Indonesia. Nyatalah kemudian bahwa Obama hanyalah bersekolah di SD negeri dikawasan Menteng Jakarta Pusat.

Salah satu website kelompok konservatif di Amerika, Human Events, mengulas bahwa bila Obama terpilih sebagai presiden, maka ia akan menjadi presiden muslim pertama di Amerika. Brian Williams, seorang pewawancara terkenal dari NBC Amerika, ketika menjadi panelis dalam debat antara Hillary dan Obama dalam pemilihan pendahuluan di Ohio, juga mengkonfirmasi dan meminta komentar Obama soal kemuslimannya. Kata Brian, “sebagian publik Amerika mempercayai rumor bahwa anda ketika disumpah menjadi senator mewakili Negara Bagian Illinois, tidak menggukana Bible, tapi menggunakan Koran (Qur’an), apa pendapat anda?” Obama ketika itu hanya tersenyum dan sekali lagi menyatakan berita itu bohong dan dia tidak pernah menjadi muslim. Seorang pendeta konservatif, yang menjadi pendukung John McCain, saya lupa namanya, selalu menyebut nama Obama secara lengkap dalam pidatonya: Barrack Hussein Obama. Kata “Hussein” selalu lebih ditekankan dalam penyebutan itu. Maksudnya tentu saja untuk menunjukkan kaitan antara Obama dengan muslim/Islam.

Dalam salah satu FGD (Focused Group Discussion) yang disiarkan oleh stasiun televisi publik PBS, salah satu yang muncul dibenak peserta ketika ditanya soal Obama oleh moderator adalah bahwa dia seorang muslim. Ketika ditanya lagi apa memang benar begitu, kebanyakan peserta itu ragu-ragu. Artinya mereka tidak yakin apa benar Obama bukan muslim. Fenomena paling terkini adalah kartun di surat kabar The New Yorker yang menggambarkan Obama berpakaian seperti Taliban dan Michelle (istrinya) yang berpakaian teroris dan bersenjata, sedang beradu kepalan tangan (tanda keakraban) dengan latar belakan bendera Amerika yang dibakar. Stasiun TV Fox News yang juga memberitakan kartun ini, menyiarkan pula hasil survey terbaru soal kaitan Obama dengan muslim. Dari survey itu, 12 persen publik Amerika percaya bahwa Obama seorang muslim, 32 persen percaya Obama dibesarkan keluarga muslim, dan lebih dari 40 persen percaya bahwa Obama memiliki “muslim connection.”

Apa kesimpulan sementara yang dapat ditarik? Bukan soal benar tidaknya Obama sebagai seorang muslim yang penting. Meskipun secara teoritis demokrasi membolehkan siapa saja menjadi presiden, tampaknya, kesamaan agama antara presiden dengan mayoritas penduduk sudah menjadi semacam kelaziman kalau bukan keharusan tak tertulis. Agama, tetap merupakan hal yang penting dalam politik di Amerika, setidaknya bagi sebagian publik. Selain itu, Islam/muslim, setidaknya bagi sebagian masyarakat Amerika masih dianggap sebagai ancaman. Salah satu sebabnya mungkin adalah kesalahfahaman. Bila benar demikian, tugas kedua belah pihak untuk saling menjelaskan, masih sangat banyak.

1 comment:

infogue said...

artikel anda :

http://politik.infogue.com/
http://politik.infogue.com/agama_obama_amerika

promosikan artikel anda di www.infogue.com dan jadikan artikel anda yang terbaik dan terpopuler menurut pemabaca.salam blogger!!!